BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Aliran teori nativisme ini
dipelopori oleh seorang bangsa Jerman bernama Arthur Schopenhouse yang hidup
pada abad 19, dilahirkan tahun 1788 dan meninggal dunia tahun 1860. teori ini
merupakan kebalikan dari teori tabularasa, yang mengajarkan bahwa anak lahir
sudah memiliki pembawaan sendiri-sendiri. Pembawaan yang hanya ditentukan oleh
pembawaannya sendiri-sendiri. Pembawaanlah yang maha kuasa, yang menentukan
perkembangan anak.
Lingkungan sama sekali tidak bisa
mempengaruhi, apalagi membentuk kepribadian anak. Jika pembawaan jahat akan
menjadi jahat, jika pembawaannya baik akan menjadi baik. Walaupun bagaimana
baiknya, kerasnya dan tertibnya usaha pendidikan atau lingkungan. Hasil
pendidikannya akan tetap sebagaimana pembawaannya. Mungkin bisa terjadi selama
dalam bantuan pendidikan dan pengawasan bisa baik, tetapi begitu sudah berdiri
sendiri jika memang dasarnya jelek akan kembali sebagaimana dasarnya yang jelek
itu. Jadi lingkungan sama sekali tidk bisa mempengaruhi terhadap perkembangan
atau hasil pendidikan anak. Perkembangan ditentukan oleh faktor pembawaannya,
yang berarti juga ditentukan oleh anak itu sendiri. Karena lingkungan atau
pendidikan sama sekali tidk bisa mempengaruhi perkemebangan anak, dan
potensi-potensi yang dimiliki bukannya hasil pendidikan melainkan memang
potensi yang sudah ada di bawa sejak lahir, sehingga tidak ada kepercayaan
nilai pendidikan dapat mempengaruhi, maka teori ini disebut juga dengan
nativisme atau aliran pesimisme.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Diskripsikan pengertian teori nativisme?
2.
Sebutkan dan jelaskan faktot-faktor perkembangan
manusia menurut teori nativisme?
3.
Jelaskan apa yang menjadi tujuan teori nativisme?
4.
Berikan contoh yang mebuktikan benar tidaknya teori
nativisme?
5.
Bagaimana aplikasi teori nativisme pada masa sekarang?
C.
Tujuan
1.
Mendiskripsikan pengertian teori nativisme.
2.
Menjelaskan teori nativisme berdasarkan
faktor-faktornya.
3.
Menjelaskan tujuan teori nativisme.
4.
Untuk mengetahui benar tidaknya teori nativisme.
5.
Mengaplikasi
teori nativisme pada masa sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakekat Dan
Pengertian Nativisme
Pengertian Teori Nativisme Pada
hakekatnya aliran nativisme bersumber dari leibnitzian tradition yang
menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak, oleh karena itu faktor
lingkungan termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan
anak. Hasil perkembangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetik dari
kedua orangtua.
Tokoh aliran Nativisme adalah
Schopenhauer. la adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun 1788-1880. Aliran
ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan
sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan
perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang
dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar
ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme berpendapat, jika anak memiliki
bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak
memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai
dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.
Pandangan itu tidak menyimpang dari
kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan akan mewarisi
sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan
tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia,
yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta
kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada
yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada
pula yang hanya sampai pada titik tertentu. Misalnya, seorang anak yang berasal
dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman musik yang
mungkin melebihi ke-mampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada
setengah kemampuan orangtuanya.
Dalam teori ini dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir atau bakat. Teori ini muncul dari filsafat nativisma (terlahir) sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Teori ini dipelopori oleh filosof Jerman Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang beranggapan bahwa faktor pembawaan yang bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh alam sekitar atau pendidikan. Dengan tegas Arthur Schaupenhaur menyatakan yang jahat akan menjadi jahat dan yang baik akan menjadi baik. Pandanga ini sebagai lawan dari optimisme yaitu pendidikan pesimisme memberikan dasar bahwa suatu keberhasilan ditentukan oleh faktor pendidikan, ditentukan oleh anak itu sendiri. Lingkungan sekitar tidak ada, artinya sebab lingkungan itu tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Walaupun dalam kenyataan sehari-hari sering ditemukan secara fisik anak mirip orang tuanya, secara bakat mewarisi bakat kedua orangtuanya, tetapi bakat pembawaan genetika itu bukan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan anak, tetapi masih ada faktor lain yang mempengaruhi perkembangan dan pembentukan anak menuju kedewasaan, mengetahui kompetensi dalam diri dan identitas diri sendiri (jatidiri).
Dalam teori ini dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir atau bakat. Teori ini muncul dari filsafat nativisma (terlahir) sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Teori ini dipelopori oleh filosof Jerman Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang beranggapan bahwa faktor pembawaan yang bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh alam sekitar atau pendidikan. Dengan tegas Arthur Schaupenhaur menyatakan yang jahat akan menjadi jahat dan yang baik akan menjadi baik. Pandanga ini sebagai lawan dari optimisme yaitu pendidikan pesimisme memberikan dasar bahwa suatu keberhasilan ditentukan oleh faktor pendidikan, ditentukan oleh anak itu sendiri. Lingkungan sekitar tidak ada, artinya sebab lingkungan itu tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Walaupun dalam kenyataan sehari-hari sering ditemukan secara fisik anak mirip orang tuanya, secara bakat mewarisi bakat kedua orangtuanya, tetapi bakat pembawaan genetika itu bukan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan anak, tetapi masih ada faktor lain yang mempengaruhi perkembangan dan pembentukan anak menuju kedewasaan, mengetahui kompetensi dalam diri dan identitas diri sendiri (jatidiri).
B.
Faktor
Perkembangan Manusia Dalam Teori Nativisme
1. Faktor
genetik
Adalah faktor gen dari kedua
orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul dari diri manusia.
Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka
anaknya memiliki bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya besar.
2. Faktor
Kemampuan Anak
Adalah faktor yang menjadikan
seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih
nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Contohnya
adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap anak
untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan
minatnya.
3. Faktor Pertumbuhan Anak
3. Faktor Pertumbuhan Anak
Adalah faktor yang mendorong anak
mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan dan perkembangan secara
alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka dia kan bersikap enerjik,
aktif, dan responsive terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika
pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan
kemampuan yang dimiliki.
C.
Tujuan Teori
Nativisme
Didalam teori ini menurut G.
Leibnitz:Monad “Didalam diri individu manusia terdapat suatu inti pribadi”.
Sedangakan dalam teori Teori Arthur Schopenhauer (1788-1860) dinyatakan bahwa
perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir atau bakat. Sehingga
dengan teori ini setiap manusia diharapkan:
1. Mampu
memunculkan bakat yang dimiliki Dengan teori ini diharapkan manusia bisa
mengoptimalkann bakat yang dimiliki dikarenakan telah mengetahui bakat yang
bisa dikembangkannya. Dengan adanya hal ini, memudahkan manusia mengembangkan
sesuatu yang bisa berdampak besar terhadap kemajuan dirinya.
2. Mendorong
manusia mewujudkan diri yang berkompetensi
Jadi dengan teori ini diharapkan setiap manusia harus lebih kreatif dan inovatif dalam upaya pengembangan bakat dan minat agar menjadi manusia yang berkompeten sehingga bisa bersaing dengan orang lain dalam menghadapi tantangan zaman sekarang yang semakin lama semakin dibutuhkan manusia yang mempunyai kompeten lebih unggul daripada yang lain.
Jadi dengan teori ini diharapkan setiap manusia harus lebih kreatif dan inovatif dalam upaya pengembangan bakat dan minat agar menjadi manusia yang berkompeten sehingga bisa bersaing dengan orang lain dalam menghadapi tantangan zaman sekarang yang semakin lama semakin dibutuhkan manusia yang mempunyai kompeten lebih unggul daripada yang lain.
3. Mendorong
manusia dalam menetukan pilihan
Adanya teori ini manusia bisa bersikap lebih bijaksana terhadap menentukan pilihannya, dan apabila telah menentukan pilihannya manusia tersebut akan berkomitmen dan berpegang teguh terhadap pilihannya tersebut dan meyakini bahwa sesuatu yang dipilihnya adalh yang terbaik untuk dirinya.
Adanya teori ini manusia bisa bersikap lebih bijaksana terhadap menentukan pilihannya, dan apabila telah menentukan pilihannya manusia tersebut akan berkomitmen dan berpegang teguh terhadap pilihannya tersebut dan meyakini bahwa sesuatu yang dipilihnya adalh yang terbaik untuk dirinya.
4. Mendorong
manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang
Teori ini dikemukakan untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam pengembangan potensi diri yang dimilii agar manusia itu memiliki ciri khas atau ciri khusus sebagai jati diri manusia.
Teori ini dikemukakan untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam pengembangan potensi diri yang dimilii agar manusia itu memiliki ciri khas atau ciri khusus sebagai jati diri manusia.
5. Mendorong
manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
Dengan adanya teori ini, maka manusia akan mudah mengenali bakat yang dimiliki, denga artian semakin dini manusia mengenali bakat yang dimiliki maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan baakatnya sehingga bisa lebih optimal.
Dengan adanya teori ini, maka manusia akan mudah mengenali bakat yang dimiliki, denga artian semakin dini manusia mengenali bakat yang dimiliki maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan baakatnya sehingga bisa lebih optimal.
D.
Benar
Tidaknya Teori Nativisme
Benarkah perkembangan itu
dipengaruhi oleh pembawaan? Untuk membuktikan kebenaran itu dapat diambil
beberapa contoh. Misalnya kalau orang tuanya seorang penyanyi maka anaknya akan
menjadi seorang penyanyi juga. Kalau orang tuanya seorang pelukis maka anaknya
akan menjadi seorang pelutoh lainnya, seorang anak yang tidak berpembawaan
usahawan biarpun dibesarkan dalam lingkungan keluarga usahawan, maka hasilnya
akan minim sekali. Bahkan akan tertekan dan merasa jika dipaksakan.
Dua contoh diatas lebih merupakan contoh pembawaan karena faktor keturunan, karena ada kemungkinan menjadi seorang penyanyi atau pelukis tersebut diwariskan oleh orang tuanya melalui sel-sel kelamin. Tetapi bisa juga tidak karena keturunan jika pembawaannya semata-mata memang karena keunikannya dengan pribadi yang lain. Sedangkan contoh yang terakhir lebih dapat merupakan contoh pembawaan karena bakat, sebab bukan karena diwariskan karena sel-sel kelamin, dari sama sekali tidak ada kemiripan dengan keluarganya. Jika orang tuanya usahawan tentunya anaknya juga mempunyai pembawaan usahawan.
Benarkah perkembangan anak semata-mata ditentukan oleh faktor pembawaan ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat digambarkan contoh Ilustrasi sebagai berikut. Apakah keluarga seorang yang baik pasti akan mempunyai anak yang baik ? Apakah seorang dari keluarga yang kurang baik akan mendapatkan anak-anak yang kurang baik saja? atau dengan pertanyaan sebaliknya, apakah anak-anak yang jelek pasti dari keluarga yang jelek saja? Tentu saja jawabannya, tidak. Berarti ada faktor lain di luar diri anak tersebut, bukan semata-mata karena pembawaannya (yang bersifat keturunan). Contoh lain bahwa perkembnagan bukan semata-mata ditentukan oleh pembawaan (yang bersifat bakat). Apakah anak yang kembar akan menjadi pribadi yang sama? Sama-sama menjadi baik atau sama-sama menjadi anak yang jelek?
Dua contoh diatas lebih merupakan contoh pembawaan karena faktor keturunan, karena ada kemungkinan menjadi seorang penyanyi atau pelukis tersebut diwariskan oleh orang tuanya melalui sel-sel kelamin. Tetapi bisa juga tidak karena keturunan jika pembawaannya semata-mata memang karena keunikannya dengan pribadi yang lain. Sedangkan contoh yang terakhir lebih dapat merupakan contoh pembawaan karena bakat, sebab bukan karena diwariskan karena sel-sel kelamin, dari sama sekali tidak ada kemiripan dengan keluarganya. Jika orang tuanya usahawan tentunya anaknya juga mempunyai pembawaan usahawan.
Benarkah perkembangan anak semata-mata ditentukan oleh faktor pembawaan ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat digambarkan contoh Ilustrasi sebagai berikut. Apakah keluarga seorang yang baik pasti akan mempunyai anak yang baik ? Apakah seorang dari keluarga yang kurang baik akan mendapatkan anak-anak yang kurang baik saja? atau dengan pertanyaan sebaliknya, apakah anak-anak yang jelek pasti dari keluarga yang jelek saja? Tentu saja jawabannya, tidak. Berarti ada faktor lain di luar diri anak tersebut, bukan semata-mata karena pembawaannya (yang bersifat keturunan). Contoh lain bahwa perkembnagan bukan semata-mata ditentukan oleh pembawaan (yang bersifat bakat). Apakah anak yang kembar akan menjadi pribadi yang sama? Sama-sama menjadi baik atau sama-sama menjadi anak yang jelek?
Coba simak cerita tentang anak
manusia yang hidup di bawah asuhan serigala. la bernama Robinson Crussoe.
Crussoe sejak bayi hidup di tengah hutan rimba belantara yang ganas. la tetap
hidup dan berkembang atas bantuan air susu serigala sebagai induknya. Serigala
itu memberi Crussoe makanan sesuai selera serigala sampai dewasa. Akhirnya,
Crussoe mempunyai gaya hidup, bicara, ungkapan bahasa, dan watak seperti
serigala, padahal dia adalah anak manusia. Kenyataan ini pun membantah teori
Nativisme, sebab gambaran dalam cerita Robinson Crussoe itu telah membuktikan
bahwa lingkungan dan didikan membawa pengaruh besar terhadap perkembangan anak.
E.
Aplikasi
Teori Nativisme Pada Masa Sekarang
Faktor pembawaan bersifat kodrati
tidak dapat diubah oleh pengaruh alam sekitar dan pendidikan (Arthur
Schaupenhauer (1788-1860). Untuk mendukung teori tersebut di era sekarang
banyak dibuka pelatiahan dan kursus untuk pengembangan bakat sehingga bakat
yang dibawa sejak lahir itu dilatih dan dikembangkan agar setiap individu
manusia mampu mengolah potensi diri.
Sehingga potensi yang ada dalam diri
manusia tidak sia-sia kerena tidak dikembangkan, dilatih dan dimunculkan. Tetapi
pelatihan yang diselenggarakan itu didominasi oleh orang-orang yang memang
mengetahui bakat yang dimiliki, sehingga pada pengenalan bakat dan minat pada
usia dini sedikit mendapat paksaan dari orang tua dan hal itu menyebabkan bakat
dan kemampuan anak cenderung tertutup bahkan hilang karena sikap otoriter
orangtua yang tidak mempertimbangkan bakat, kemampuan dan minat anak.
Lembaga pelatihan ini dibuat agar menjadi suatu wadah untuk menampung suatu bakat agar kemampuan yang dimiliki oleh anak dapat tersalurkan dan berkembang denag baik sehingga hasil yang dicapai dapat maksimal.
Lembaga pelatihan ini dibuat agar menjadi suatu wadah untuk menampung suatu bakat agar kemampuan yang dimiliki oleh anak dapat tersalurkan dan berkembang denag baik sehingga hasil yang dicapai dapat maksimal.
Tanpa disadari di lembaga pendidikan
pun juga dibuka kegiatan-kegiatn yang bisa mengembangkan dan menyalurkan bakat
anak diluar kegiatan akademik. Sehingga selain anak mendapat ilmu pengetahuan
didalam kelas, tetapi jug bisa mengembangkan bakat yang dimilikinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelopor teori ini adalah
Schopenhauer. Teori ini menyatakan bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh
nativus atau faktor-faktor bawaan manusia sejak dilahirkan. Teori ini
menegaskan bahwa manusia memiliki sifat-sifat tertentu sejak dilahirkan yang
mempengaruhi dan menentukan keadaan individu yang bersangkutan. Faktor
lingkungan dan pendidikan diabaikan dan dikatakan tidak berpengaruh terhadap
perkembangan manusia.
Teori ini memiliki pandangan seolah-olah sifat-sifat manusia tidak bisa diubah karena telah ditentukan oleh sifat-sifat turunannya. Bila dari keturunan baik maka akan baik dan bila dari keturunan jahat maka akan menjadi jahat. Jadi sifat manusia bersifat permanen tidak bisa diubah. Teori ini memandang pendidikan sebagai suatu yang pesimistis serta mendeskreditkan golongan manusia yang “kebetulan” memiliki keturunan yang tidak baik.
Teori ini memiliki pandangan seolah-olah sifat-sifat manusia tidak bisa diubah karena telah ditentukan oleh sifat-sifat turunannya. Bila dari keturunan baik maka akan baik dan bila dari keturunan jahat maka akan menjadi jahat. Jadi sifat manusia bersifat permanen tidak bisa diubah. Teori ini memandang pendidikan sebagai suatu yang pesimistis serta mendeskreditkan golongan manusia yang “kebetulan” memiliki keturunan yang tidak baik.
B.
Saran
Kami menyadari makalah ini mungkin
masih jauh dengan kata sempurna. Akan tetapi bukan berarti makalah ini tidak
berguna. Besar harapan yang terpendam dalam hati kami semoga makalah ini dapat
memberikan sumbangsi pada suatu saat terhadap makalah tema yang sama. Dan dapat
menjadi referensi bagi pembaca serta menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Chomsky. 31 Maret 2004 – 23 Maret 2006. Nativisme .
Meilanikasim’s. 1 Desember 2008. Aliran, Teori, dan
Pilar-pilar dalam Pendidikan.
M, Y, Q. 25 Januri 2009. Aliran – Aliran Klasik Dalam
Pendidikan .
Kharis’s. 24 Maret 2009. Teori Nativisme.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar